Selena menatap Lewis dengan penuh rasa terima kasih. Lewis pun mengangguk kepadanya, lalu membantunya mengurusi semua administrasi yang ada.

Si Perawat berusaha menjelaskan semuanya dengan sabar kepada Selena, “Bu Selena, Ibu akan menjalani perawatan untuk jangka waktu yang cukup lama. Semua obat kemoterapi yang akan digunakan adalah obat suntik. Setiap kali Ibu diinfus, kami pasti harus menancapkan jarum di pembuluh darah Ibu. Hal ini bertujuan agar pembuluh darah dapat menahan efek samping dari obat kemoterapi. Pada kasus yang parah, dapat terjadi kebocoran pada obat yang digunakan. Kebanyakan obat kemoterapi dapat berisiko, jadi untuk mencegah masalah ini, kami menyarankan agar Ibu bersedia untuk memasang chemoport di lengan Ibu terlebih dahulu.”

“Untuk memastikan bahwa obat yang dipakai dapat masuk ke pembuluh darah dan seluruh organ dengan lancar, kami akan memasang kateter pada pembuluh darah Ibu terlebih dahulu. Kateter ini dapat digunakan untuk jangka waktu yang lebih lama, jadi pada kemoterapi berikutnya, kita tidak perlu mencari pembuluh darah lagi dan juga tidak akan salah menusukkan jarum. Prosesnya tidak menyakitkan dan cukup aman, tetapi kerugiannya adalah setelah selangnya terpasang, Ibu tidak dapat mengangkat benda berat dengan lengan ini.”

Selena menyetujui semua saran yang diberikan oleh perawat itu, yaitu menjalani operasi kecil sebelum proses kemoterapi untuk memasang kateter intravena di tangannya.

Tubuhnya resistan terhadap anestesi, sehingga dia menolak untuk disuntik bius. Ketika pisau bedah membelah kulit dan dagingnya, dia hanya bisa mengerutkan keningnya sambil menahan diri agar tidak berteriak.

Dokter bertanya kepadanya, “Tidak banyak wanita muda yang tahan terhadap rasa sakit seperti dirimu.”

Selena menjawab tanpa daya, “Tidak ada orang yang bersimpati terhadapku, jadi untuk apa aku menunjukkan rasa sakit yang kurasakan?”

Pertanyaan dari dokter itu mengingatkan dirinya terhadap kejadian yang terjadi setahun lalu. Saat itu, ada seorang dokter yang menyelamatkannya setelah dia terjatuh ke dalam air. Bahkan setelah disuntikkan obat bius sekalipun, dia masih dapat merasakan rasa sakit yang ditimbulkan oleh pisau yang membedah perutnya. Saat itu, dia pingsan saat berada di atas meja operasi karena kesakitan, lalu terbangun lagi juga karena kesakitan.

Pada saat itu, Harvey malah berada di ruang bersalin Agatha. Walaupun Selena terus meneriakkan nama Harvey, tetapi pria itu tidak kunjung datang.

Sejak saat itu, Selena telah menguasai cara untuk menahan teriakan walaupun sedang dalam kesakitan.

Sehari setelah proses kemoterapi itu selesai, semua jenis efek samping mulai muncul. Lewis pun membantu Selena untuk mengurusi prosedur keluar dari RS.

Bahkan dalam perjalanan pendek dari departemen rawat inap menuju ke tempat parkir di lantai bawah saja mengharuskan Selena untuk beristirahat berkali-kali, karena gerakan sekecil apa pun akan membuatnya terasa pusing dan ingin muntah. Dia merasa bahwa kekuatan tubuhnya sepertinya telah terkuras habis.

Lewis menghela napasnya, lalu berjongkok dan menggendong Selena. Wajah Selena terlihat panik, dia pun berusaha untuk menolaknya, “Kak Lewis, jangan … ”

Kalau kamu tidak menerima bantuanku, demi

suaminya yang sah secara hukum, berarti Harvey adalah satu-satunya “anggota keluarga” yang bisa datang

“Jangan beri tahu dia.”

tentang penyakit kanker yang dideritanya, Harvey pasti akan merasa semakin bahagia. Selena tidak

menyarankan, “Selena, harus ada seseorang yang menjagamu.

mengangguk dan berkata, “Aku tahu. Ada temanku yang akan kembali dari luar negeri. Dia akan datang untuk merawatku. Kak Lewis, kembalilah bekerja. Aku tidak

Dia memang harus segera kembali bekerja karena masih harus menjalani operasi penting hari ini. Setelah menjelaskan beberapa

pusing dan seakan terus berputar. Sakit yang dia rasakan di area perutnya juga makin intens dan luka di lengannya juga

ini, tetapi setiap detik dan menit

seperti ini pun, orang yang paling dia pikirkan masih saja Harvey. Dia teringat kejadian dulu

sangat ketakutan hingga menangis. Harvey selalu memegangi tangannya dan mengikutinya ke ruang operasi.

raut wajah Harvey ketika

penuh. Harvey selalu merawatnya dengan telaten. Namun, pada saat ini pria itu sudah bersama dengan wanita lain

adalah pria yang tidak setia dan sangat kejam. Dia berusaha agar bisa melupakan semua

biasa, Selena pun berusaha untuk beranjak dari tempat tidurnya. Dia menggertakkan gigi dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia pasti akan mampu bertahan.

air matanya jatuh membasahi butiran nasi yang akan dimakannya

sumsum tulangnya, melainkan perasaannya sendiri. Perasaan yang ada di dalam hatinya itu begitu tajam bagaikan pisau yang tidak terhitung jumlahnya, terus menyayati tubuhnya secara brutal, sehingga membuatnya kesakitan dan kesulitan

terbangun pada pagi hari keempat, dia merasa bahwa rasa sakit di tubuhnya telah berkurang sedikit, dan sepertinya

suara tirai jendela yang dibuka. Orang yang membuka tirai jendela itu adalah Lewis yang telah merawatnya selama beberapa hari ini. Pria itu selalu bergegas menuju ke sana setelah

makanan yang segar, dan juga makanan kesukaan Selena,

hitamnya juga terlihat agak basah. Ketika Lewis menunduk untuk memeriksa wajah Selena, Selena

luar hujan deras?” tanya

“Benar. Hujan deras turun sepanjang tadi malam. Saat kamu

Selena segera

bantalnya telah dipenuhi dengan rambut-rambutnya

hal ini sejak awal, bahkan dia pun dengan sengaja telah memotong rambutnya menjadi pendek. Namun, pemandangan ini masih saja

The Novel will be updated daily. Come back and continue reading tomorrow, everyone!

Comments ()

0/255